Disuatu siang yang rindang seorang teman datang dan mengatakan “ini semua salah kapitalis” ujarnya, kemudian ku tannyai ia “memang apa itu kapitalis?”, ia menjawab “ya pengusaha-pengusaha busuk yang mikirin dirinya sendiri”, lantas ku tanyai ia “bukankah cita-cita mu ingin mempuyai sebuah kedai kopi dengan pegawai yang kau gaji, kemudian akan kau buat lebih besar dan lebih banyak pegawainya ketika untung?” “iya lalu?” “itulah kapitalisme”.
Teman, Jangan naif itulah cita-cita bersama kita bukan?, mempuyai
sebuah aset yang bisa kita komodifikasi sehingga berlipat dengan prinsip “untung”
dan modal “kecil”. Teman, bahkan firaun bukan seorang kapitalis, ia tak memutar
uangnya kemudian mengaji pegawainya lebih murah dari perputaran modal, sedangkan
kau menambah dan membuat lebih besar aset mu.
Lantas relevan kah kita mengatai kapitalisme, yang mau ku
sebut mudah saja. Ia seperti sebuah pisau, jika kau beri pada pembunuh ia akan
gunakan untuk membunuh jika kau serakan kepada seorang juru masak ia akan
memasak makanan untukmu.
Lantas bagaimana? Kita hanya akan terjebak dalam
kebingungan-kebinguan ini. Thomas Piketty
dalam bukunya kapital di abad 21 mempuyai spesifik khusus yang argumen intinya
adalah tentang “ketimpangan”.
Rumusan-rumusan ekonomi ini jelas sangat rumit seperti
sebuah akar ia bukan hanya tentang ekonomi tapi tentang politik dsb. Tapi faktor
besar dan cita-cita bangsa ini telah jelas dalam Pancasila yaitu Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.