Hari ini ia datang,bersama kesepian dan opini tentang bangsa
yang tak kunjung punya titik arti,aku tersudut bersama waktu.lebih dari tiga
jam kami mengobrol,ia kembali,suara itu ada disana,redup aku tersungkur,aku tau
aku tak berhasil melupakan,jatuh cinta kunisbahkan kepadanya hari itu,tak lagi
ada goresan kami punya senjata atau kami cinta akan jalan,tulus kupikir ia
rindu akan suara apadanya ini,rindu juga akan ucapaan sederahana selamat pagi
yang terus menerus ku ucap atas dasar dirinya.
Waktu berlalu,kami berbicara banyak hal,dari pertanya klasik siapa dia dan kenapa,lalu kemudian menceritakan dirinya dan diriku yang sekaan tak pernah terpisah,berucap peduli tentang satu sama lain,bernyayi dan berpuisi dengan suara yang “sumpah” membuatku jadi dirinya,suara yang buat ku yakin dia juga jadi diriku,kamu harus tau hari itu diatas motor kredit warna hitam aku tak pernah kehilangan senyum.
“gua seneng denger suara lu” ucapku
Bersama angin yang berulang kali berhianat karena
meninggalkan hawa panas,aku berulang ulang lupa siapa kamu,bagaikan amnesia
super besar bak perang dunia yang jadi titik hancurnya peradaban,kamu jadi
terminologi damai yang didamba para pencerah dan para pembaharu,goresan pena
setiap hari ku ukir bersama kamu didalamnya,kamu tau bahkan saat ini saat kamu
baca tulisan ini,kamu jadi satu satunya kenapa tulisan ini terus tertulis.
Pernahkah kalian atau siapapun tentang pribadi diri yang
seharusnya tau esensi dan hakikatnya sendiri,primadona megah nan indah jadi
lawan sulit dari perwujudan dan aktualitas ketika mengetahui hakikat dan esensi
diri,aku masi ingat ketika kupikir seluruh alam ini hanya bumi,yang kemudian ku
tau teryata ada matahari ada malam dan siang,tak ada perwujudan buruk tapi ada
perwujudan serakah,sok taunya kita ini haha.
Gagasan demi gagasan terus kutulis dan kuucap,tapi bagai tak
ada guna mayoritas jadi pemenang telak tanpa ada deal yang sah,selamanya sampai
kita nanti tua,jadi debu,kamu ada disebalahku,begitu haranpanku.